Assalamu’alaikum..wr..wb
Tugas IBD (Ilmu
Budaya Dasar) Yang Ketiga brohh !!!
Nama: Teguh Dwi Handika
Kelas: 1ID13
NPM: 3A414708
1.MANUSIA
DAN PENDERITAAN
Penderitaan berasal dari kata dasar derita. Sementara itu kata derita
merupakan serapan dari bahasa sansekerta, menyerap kata dhra yang memiliki arti
menahan atau menanggun. Jadi dapat diartikan penderitaan merupakan menanggung
sesuatu yang tidak meyenakan. Penderitaaan dapat muncul secara lahiriah,
batiniah atau lahir-batin. Penderitaan secara lahiriah dapat timbul karena
adanya intensitas komkosisi yang mengalami kekurangan atau berlebihan, seperti
akibat kekurangan pangan menjadi kelaparan, atau akibat makan terlalu banyak
menjadi kekenyangan, tidak dapat dipungkiri keduanya dapat menimbulkan
penderitaan. Adapula kondisi alam yang ekstrem, seperti ketika terik matahari
membuat kepanasan, atau saat kehujanan membuat kedinginan.
Ada pula penderitaan yang secara lahiriah seperti sakit hati karena dihina,
sedih karena kerabat meninggal, putus asa karena tidak lulus ujian. Atau
penyesalan karena tidak melakukan yang diharapkan. Sementara yang lahir-batin
dapat muncul dikarenaka
penderitaan pada sisi yang satu berdampak pada sisi yang lain atau dengan
kata lain penderitaan lahiriah memicu penderitaan batiniah atau sebaliknya.
Misal akibat kehujanan badan menjadi kedinginan namun tidak ada tempat berteduh
akibatnya mendongkol, risau atau menangis. Ada pula karena putus asa tidak
lulus ujian menjadi tidak mau makan dan menimbulkan perut sakit.
Intensitas penderitaan bertingkat-tingkat, dari yang terberat hingga
ringgan. Persepsi pada setiap orang juga berpengaruh menentukan intensitas
penderitaan. Suatu kejadian dianggap penderitaan oleh seseorang belum tentu
dianggap penderitaan bagi orang lain. Dalam artian suatu permasalahan sederhana
yang dibesar-besarkan akan menjadi penderitaan mendalam apabila disikapi secara
reaksioner oleh individu. Ada pula masalah yang sangat urgen disepelekan juga
dapat berakibat fatal dan menimbulkan kekacauan kemudian terjadi penderitaan.
Manusia tidak dapat mengatakan setiap situasi masalahnya sama, penderitaanya
sama solusinyapun sama. Penderitaan bersifat universal dapat datang kepada
siapapun tidak peduli kaya maupun miskin, tua maupun muda. Penderitaan dapat
muncul kapanpun dan dimanapun. Semisal saat seminar di siang hari, suasana
pengap, ada kipas anginpun masih kipas-kipas membayangkan ruang ber AC, dan
pulang tidur merentangkan badan di kasur empuk. Atau makan buah segar dan minum
air dingin. Namun pasien rumah sakit di ruang VIP, tidur di kasur empuk ruang
ber-AC, banyak buah segar dan air segar di kulkas, merasa tidak betah dan ingin
cepat pulang. Ada lagi orang yang tidak mempunyai uang merasa menderita tidak
dapat wisata saat liburan, namun ada pula orang yang berpergian membawa uang
banyak tanpa bekal hendak liburan ternyata mobil mogok di daerah yang jauh dari
permukiman, dan saat makan siang tiba, rasa lapar mulai muncur, ternyata uang
tidak dapat menolong dari penderitaan karena tidak ada barang yang bisa di
beli, terlebih muncul rasa gengsi atau keegoisan penumpang lain menambah
penderitaan.
Penderitaan merupakan realita kehidupan manusia di dunia yang tidak dapat
dielakan. Orang yang bahagia juga harus siap menghadapi tantangan hidup bila
tidak yang muncul penderitaan. Dan orang yang menghadapi cobaan yang
bertubi-tubi harus berpengharapan baik akan mendapatkan kebahagian. Karena
penderitaan dapat menjadi energi untuk bangkit berjuang mendapatkan kebahagian
yang lalu maupun yang akan datang.
Akibat penderitaan yang bermacam-macam manusia dapat mengambil hikmah dari
suatu penderitaan yang dialami namun adapula akibat penderitaan menyebabkan
kegelapan dalam kehidupan.
Sehingga penderitaan merupakan hal yang bermanfaat apabila manusia dapat
mengambil hikmah dari penderitaan yang dialami. Adapun orang yang
berlarut-larut dalam penderitaan adalah orang yang rugi karena tidak melapaskan
diri dari penderitaan dan tidak mengambil hikmak dan pelajaran yang didapat
dari penderitaan yang dialami.
Penderitaan juga dapat “menular” dari seseorang kepada orang lain. Misal
empati dari sanak-saudara untuk membantu melepaskan penderitaan. Atau sekedar
simpati dari orang lain untuk mengambil pelajaran dan perenungan.
Contoh gamblam penderitaan manusia yang dapat diambil hikmahnya diantaranya
tokoh filsafat ekistensialisme Kierkegaard (1813-1855) seorang filsafat asal
Denmark yang sebelum menjadi filsafat besar, sejak masa kecil banyak mengalami
penderitaan. Penderitaan yang menimpanya, selain melankoli karena ayahnya yang
pernah mengutuk Tuhan dan berbuat dosa melakukan hubungan badan sebelum menikah
dengan ibunya, juga kematian delapan orang anggota keluarganya, termaksud
ibunya, selama dua tahun berturut-turut. Peristiwa ini menimbulkan penderitaan
yang mendalam bagi Soren Kierkegaard, dan ia menafsirkan peristiwa ini sebagai
kutukan Tuhan akibat perbuatan ayahnya. Keadaan demikian, sebelum Kierkegaard
muncul sebagai filsuf, menyebabkan dia mencari jalan membebaskan diri
(kompensasi) dari cengkraman derita dengan jalan mabuk-mabukan. Karena derita
yang tak kunjung padam, Kierkegaard mencoba mencari “hubungan” dengan Tuhannya,
bersamaan dengan keterbukaan hati ayahnya dari melankoli. Akhirnya ia menemukan
dirinya sebagai seorang filsuf eksistensial yang besar.
Penderitaan Nietzsche (1844-1900), seorang filsuf Prusia, dimulai sejak
kecil, yaitu sering sakit, lemah, serta kematian ayahnya ketika ia masih kecil.
Keadaan ini menyebabkan ia suka menyendiri, membaca dan merenung diantara
kesunyian sehingga ia menjadi filsuf besar.
Lain lagi dengan filsuf Rusia yang bernama Berdijev (1874-1948). Sebelum dia
menjadi filsuf, ibunya sakit-sakitan. Ia menjadi filsuf juga akibat menyaksikan
masyarakatnya yang sangat menderita dan mengalami ketidakadilan.
Sama halnya dengan filsuf Sartre (1905-1980) yang lahir di Paris, Perancis.
Sejak kecil fisiknya lemah, sensitif, sehingga dia menjadi cemoohan teman-teman
sekolahnya. Penderitaanlah yang menyebabkan ia belajar keras sehingga menjadi
filsuf yang besar.
Masih banyak contoh lainnya yang menunjukkan bahwa penderitaan tidak
selamanya berpengaruh negatif dan merugikan, tetapi dapat merupakan energi
pendorong untuk menciptakan manusia-manusia besar.
Contoh lain ialah penderitaan yang menimpa pemimpin besar umat Islam, yang
terjadi pada diri Nabi Muhammad. Ayahnya wafat sejak Muhammad dua bulan di
dalam kandungan ibunya. Kemudian, pada usia 6 tahun, ibunya wafat. Dari
peristiwa ini dapat dibayangkan penderitaan yang menimpa Muhammad, sekaligus
menjadi saksi sejarah sebelum ia menjadi pemimpin yang paling berhasil memimpin
umatnya (versi Michael Hart dalam Seratus Tokoh Besar Dunia).
Dalam riwat hidup Bhuda Gautama yang dipahatkan dalam bentuk relief Candi
Borobudur, terlihat adanya penderitbn. Tergambar seorang pangeran (Sidharta)
yang meninggalkan istana yang bergelimangan hata, memilih ke hutan untuk
menjadi biksu dan makan dengan cara megembara di hutan yang penuh penderitaan.
Riwayat tokoh tokoh besar di Indonesia pun dengan penderitaan. Buya Hamka
mengalami penderitaany hebat pada masa kecil, hingga ia hanya mengecap sekolah
kelas II. Namun ia mampu menjadi orang besar pada zamanya, berkat perjuangan
hidup melawan penderitaan. Contoh lain adalah Bung Hata yang beberapa kali
mengalami pembuangan namun pada akhirnya ia dapat menjadi pemimpin bangsanya.
Ketika membaca kisah tokoh-tokoh besar tersebut, kita dihadapkan pada jiwa
besar, berani karena benar, rasa tangung-jawab, dan sebagainya. Dan tidak
ditemui jiwa munafik plin-plan, dengki, iri dan sebagainya.
2.MANUSIA DAN KEADILAN
Keadilan adalah
kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut
benda atau orang. Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat
kepentingan yang besar. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap salah
satu filsuf politik terkemuka abad ke-20, menyatakan bahwa "Keadilan
adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya
kebenaran pada sistem pemikiran" . Kebanyakan orang percaya bahwa
ketidakadilan harus dilawan dan dihukum, dan banyak gerakan sosial dan politis
di seluruh dunia yang berjuang menegakkan keadilan. Tapi, banyaknya jumlah dan
variasi teori keadilan memberikan pemikiran bahwa tidak jelas apa yang dituntut
dari keadilan dan realita ketidakadilan, karena definisi apakah keadilan itu
sendiri tidak jelas. Keadilan intinya adalah meletakkan segala sesuatunya pada
tempatnya.
Keadilan bisa
juga diartikan sebagai pengakuan atas perbuatan yang seimbang, pengakuan secara
kata dan sikap antara hak dan kewajiban. Setiap dari kita “manusia” memiliki
“hak yang sama dan kewajiban”, dimana hak yang dituntut haruslah seimbang
dengan kewajiban yang telah dilakukan sehingga terjalin harmonisasi dalam
perwujudan keadilan itu sendiri. Keadilan pada dasarnya merupakan sebuah
kebutuhan mutlak bagi setiap manusia dibumi ini dan tidak akan mungkin dapat
dipisahkan dari kehidupan. Menurut Aristoteles, keadilan akan dapat terwujud
jika hal – hal yang sama diperlakukan secara sama dan sebaliknya, hal – hal
yang tidak semestinya diperlakukan tidak semestinya pula. Dimana keadilan
memiliki ciri antara lain ; tidak memihak, seimbang dan melihat segalanya
sesuai dengan proporsinya baik secara hak dan kewajiban dan sebanding dengan
moralitas.
Dalam kehidupan,
setiap manusia dalam melakukan aktifitasnya pasti pernah menemukan perlakuan
yang tidak adil atau bahkan sebaliknya, melakukan hal yang tidak adil. Dimana
pada setiap diri manusia pasti terdapat dorongan atau keinginan untuk berbuat
kebaikan “jujur”. Tetapi terkadang untuk melakukan kejujuran sangatlah tidak
mudah dan selalu dibenturkan oleh berbagai permasalahan dan kendala yang
dihadapinya.
Keadilan itu
sendiri memiliki sifat yang bersebrangan dengan dusta atau kecurangan. Dimana
kecurangan sangat identik dengan perbuatan yang tidak baik dan tidak jujur.
Atau dengan kata lain apa yang dikatakan tidak sama dengan apa yang dilakukan.
Kecurangan pada dasarnya merupakan penyakit hati yang dapat menjadikan orang
tersebut menjadi serakah, tamak, rakus, iri hati, matrealistis serta sulit
untuk membedakan antara hitam dan putih lagi dan mengkesampingkan nurani dan
sisi moralitas.
Ada beberapa faktor yang dapat menimbulkan kecurangan
antara lain ;
1.
Faktor ekonomi.
Setiap manusia berhak hidup layak dan membahagiakan
dirinya. Terkadang untuk mewujudkan hal tersebut kita menghalalkan segala cara
untuk mencapai sebuah tujuan semu tanpa melihat orang lain disekelilingnya.
2.
Faktor Peradaban dan Kebudayaan
Sikapdan mentalitas individu yang terdapat didalamnya
“system kebudayaan” meski terkadang hal ini tidak selalu mutlak. Keadilan dan
kecurangan merupakan sikap mental yang membutuhkan keberanian dan sportifitas.
Pergeseran moral saat ini memicu terjadinya pergeseran nurani hampir pada
setiap individu.
3.
Teknis
Untuk mempertahankan keadilan, kita sendiri harus
bersikap salah dan berkata bohong agar tidak melukai perasaan orang lain.
Dengan kata lain kita sebagai bangsa timur yang sangat sopan dan santun, sulit
membedakan mana yang benar dan salah.
Pada intinya, keadilan adalah suatu tindakan manusia
yang dilandasi oleh kebenaran dan kebenaran itu di perjuangkan oleh manusia
tersebut. Dapat disimpulkan keadilan adalah sebagai titik tengah kebenaran yang
dilandasi oleh nilai kebaikan. Keadilan dan kecurangaan atau ketidakadilan
tidak akan dapat berjalan dalam waktu bersamaan karena kedua sangat bertolak
belakang dan berseberangan. Dalam maknanya, Keadilan memberikan kebenaran,
ketegasan dan suatu jalan tengah dari berbagai persoalan juga tidak memihak
kepada siapapun. Dan bagi yang berbuat adil merupakan orang yang bijaksana.
3.MANUSIA
DAN KEGELISAHAN
Kegelisahan berasal dari kata gelisah yang
berarti tidak tenteram hatinya, selalu merasa khawatir, tidak tenang,
tidak sabar, cemas. Sehingga kegelisahan merupakan hal yang
menggambarkan seseorang tidak tentram hati maupun perbuatannya, merasa kawatir,
tidak tenang dalam tingkah lakunya, tidak sabar ataupun dalam kecemasan.
Kegelisahan hanya dapat diketahui dari gejala tingkah laku atau gerak gerik
seseorang dalam situasi tertentu. Gejala tingkah laku atau gerak.-gerik itu
umumnya lain dari biasanya, misalnya berjalan mundar-mandir
dalam ruang tertentu sambil menundukkan kepala,
memandang jauh ke depan sambil mengepal-ngepalkan tangannya, duduk
termenung sambil memegang kepalanya, duduk dengan wajah murung atau sayu, malas
bicara, dan lain-lain.
Kegelisahan merupakan salah satu ekspresidari kecemasan.Karena itu dalam
kehidupan sehari-hari, kegelisahan juga diartikan sebagai kecemasan,
kekawatiran ataupun ketakutan. Masalah kecemasan atau kegelisahan berkaitan
juga dengan masalah frustasi, yang secara definisi dapat disebutkan, bahwa
seseorang mengalami frustasi karena apa yang diinginkan tidak tecapai.
Sigmund Freud ahli psikoanalisa berpendapat,bahwa ada tiga macam kecemasan
yang menimpa manusia yaitu kecemasan kenyataan (obyektit), kecemasan neorotik
dan kecemasan moril.
(a). Kecemasan obyektif
Kecemasan tentang kenyataan adalah suatu
pengalaman perasaan sebagai akibat pengamatan atau
suatu bahaya dalam dunia luar. Bahaya adalah sikap kcadaan dalam lingkungan
seseorang yang mengancam untuk
meneelakakannya. Pengalaman bahaya dan timbulnya
kecemasan mungkin dari sifat pembawaan, dalam arti kata, bahwa seseorang
mewarisi kecenderungan untuk menjadi takut kalau ia berada
dekat dengan benda-benda tertentu atau keadaan tertentu
dari lingkungannya.
Kenyataan yang pernah dialami seseorang misalnya pernah terkejut waktu
diketahui dipakaiannya ada kecoa.
Keterkejutannya itu demikian hebatnya, sehingga kecoa merupakan
binatang yang mencemaskan. Seseorang wanita yang pernah
diperkosa oleh sejumlah pria yang tidak bertanggung
jawab, sering ngeri melihat pria bila ia sendirian,
lebih-lebih bila jumlahnya sama dengan yang pernah
memperkosanya. Kecnemasan akibat dan kenyataan yang
pemah dialami sangat terasa bilamana pengalaman itu
mengancam eksistensi hidupnya. Karena seseorang tidak
mampu mengatasinya waktu itu, terjadilah kemudian apa
yang disebut stress. Kecemasan yang dialami oleh seorang bayi
atau anak keeil dan sangat berkesan akan nampak kembali pada
waktu ia sudah dewasa, misalnya ia mendapat perlakuan yang
kejam dari ayahnya. Mungkin ia selalu ccmas bila berhadapan dengan
orang yang seusia ayahnya, tetapi ada pula
yang memberikan reaksi membalik karena ia mendendam, maka
ia berusaha selalu untuk ganti berbuat kejam sebagai
pelampiasannya.
(b). Kecemasan neorotis (syarat)
Kecemasan ini timbul karena pengamatan tentang bahaya dari
naluriah. Menurut Sigmund Freud, kecemasan ini dibagi
tiga macam, yakni :
(1) Kecemasan yang timbul karena
penyesuaian diri dcngan lingkungan. Kecemasan timbul
karena orang itu takut akan
bayangannya scndiri, atau takut akan id-nya
sendiri, sehingga menekan dan menguasai
ego. Kecemasan semacam ini menjadi sifat dari
seseorang yang gelisah, yang selalu mengira bahwa
seseuatu yang hebat akan terjadi.
Contoh:
Didi anak laki-laki berumur 10 tahun. Ia duduk
di kelas V SO. Pada suatu hari ia diberitahu
ayahnya, bahwa bulan depan ayahnya dipindahkan ke kota lain.
Mereka sekeluarga harus pindah. Sudah tentu Didi
harus ikut. Jadi ia harus pindah sekolah di kota tempat
ayahnya bertugas. Ibu Didi nampak gelisah, karena
tinggal di tempat yang lama ia sudah betah, berkat adanya seorang ibu
yang aktif mengumpulkan dan memajukan ibu-ibu.
Lebih-Iebih Didi, karena baik di kampung maupun di
sekolah Didi banyak kawannya. Karena itu ia takut kalau di tempat yang
bam kelak ia tidak akan merasa betah. Bila tidak ikut
pindah, akan ikut siapa, ikut pindah bagaimana di
tempat yang bam nanti. Ia takut pada
bayangannya sendiri.
(2) Bentuk ketakutan yang tegang dan
irrasional (phobia). Bentuk khusus dari phobia
adalah, bahwa intensitet ketakutan melebihi
proporsi yang sebenamya dan obyek yang
ditakutkannya. Misalnya seorang gadis takut
memegang benda yang terbuat dari karet. Ia tidak
mengetahui sebab ketakutan tersebut, setelah
dianalisis; ketika masih kecil dulu ia sering diberi balon karet
oleh ayahnya. satu untuk dia dan satu untuk adiknya.
Dalam suatu pertengkaran ia memecahkan balon adiknya,
sehingga ia mendapat hukuman yang keras
dari ayahnya. Hukuman yang didapatnya dan
perasaan bersalah menjadi terhubung dengan
balon karet.
(3) Rasa takut lain ialah rasa gugup,
gagap dan sebagainya. Reaksi ini munculnnya
secara tiba-tiba tanpa ada provokasi yang tegas. Reaksi gugup ini
adalah perbuatan meredakan diri yang bertujuan
untuk membebaskan seseorang dari kecemasan
neorotis yang sangat menyakitkan dengan jalan melakukan sesuatu
yang dikehendaki oleh id meskipun ego dan superego
melarangnya.
Contoh:
Seseorang yang tidak biasa menyanyi atau bicara didepan umum,
sekonyong-konyong diminta untuk menyanyi atau berpidato. maka ia
gelisah, gemetar, dan hilang keseimbangan, sehingga sulit
berbicara atau menyanyi.
(c). kecemasan moril
Kecemasan moril disebabkan karena pribadi
seseorang.Tiap
pribadi memiliki bermacam-macam emosi antara lain: iri,
dendam, dengki, marah, gelisah, cinta, rasa kurang.
Rasa iri, benci, dengki, dendam itu merupakan sebagian
dari pernyataan individu secara keseluruhan berdasarkan
konsep yang kurang sehat Oleh karena itu sering alasan untuk
iri, benci, dengki itu kurang dapat dipahami
orang lain.
Sifat-sifat seperti itu adalah sifat yang tidak terpuji, bahkan
mengakibatkan manusia akan merasa khawatir,
takut, cemas, gelisah dan putus asa.
Misalnya seseorang yang merasa dirinya kurang cantik, maka
dalam pergaulannya ia terbatas kalau tidak tersisihkan, sementara itu ia
pun tidak berprestasi dalam berbagai kegiatan, sehingga kawan-kawannya lebih
dinilai sebagai lawan. Ketidakmampuannya menyamai
kawan-kawannya demikian menimbulkan kecemasan
moril.
B. SEBAB-SEBAB ORANG GELISAH
Apabila kita kaji, sebab-sebab orang
gelisah adalah karena pada hakekatnya orang
takut kehilangan hak-haknya. Hal itu adalah akibat dari
suatu ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari
dalam.
Contoh:
Bila ada suatu tanda bahaya (bahaya banjir, gunung
meletus, atau perampokan), orang tentu akan gelisah. Hal itu disebabkan
karena bahaya itu mengancam akan hilangnya beberapa
hak orang sekaligus. misalnya hak
hidup, hak milik, hak memperoleh
perlindungan, hak kemerdekaan hid up, dan mungkin
hak nama baik.
c. USAHA-USAHA MENGATASI KEGELISAHAN
Mengatasi kegelisahan ini pertama-tama harus
mulai dari diri kna scndiri, yaitu kita harus
bersikap tenang. Dengan sikap tenang kita
dapat berpikir tenang, sehingga segala
kesulitan dapat kita atasi.
Contoh
Dokter yang menghadapi istri dan anaknya yang sedang
sakit, justru tidak dapat merasa tenang, karena ada ancaman terhadap
haknya. Dokter tidak dapat berbuat apa-apa bila
menghadapi keluarganya yang sakit, karena
ia merasa khawatir. Dalam hal ini dokter
itu harus bersikap seperti menghadapi
pasien yang bukan keluarganya.
Cara lain yang mungkin juga baik untuk digunakan dalam
mengatasi kegelisahan atau kecemasan yaitu dengan memerlukan
sedikit pemikiran; pertama-tarna, kita tanyakan kepada diri kita sendiri
(introspeksi). akibat yang paling buruk yang bagaimanakah
yang akan kita tanggung atau yang akan terjadi, mengapa hal itu terjadi,
apa penyebabnya dan sebagainya. Apabila kita dapat menganalisa akibat
yang akan ditimbulkan olch kecernasan tersebut dan bila
kita tidak dapat mengatasinya, kita dapat
mempersiapkan diri untuk menghadapinya,karena tidak
semua pengalaman di dunia ini menyenangkan.
Yang kedua kita bersedia menerima akibatnya
dengan rasa tabah dan senang hati niscaya
kecemasan tersebut akan sima dalam jiwa kita. Dan yang ketiga,
dengan bersama-sama berjalannya waktu kita dapat
mencoba untuk memperkecil dan mengurangi keburukan-keburukan
akibat timbulnya kecernasan,dengan demikian kita akan
tidak merasakan lagi adanya rasa kecemasan /
kegelisahan dalam jiwa.
Untuk mengatasi kegelisahan yang paling ampuh kita
memasrahkan diri kepada
Tuhan.Kita
pasrahkan nasib kita sepenuhnya
kepada-Nya, kita harus percaya bahwa
Tuhanlah Maha Kuasa. Maha Pengasih, Maha
penyayang dan Maha Pengampun.